Sabtu, 12 November 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN
STRUKTUR KOMUNITAS VEGETASI LAMUN
TAMAN NASIONAL BALURAN

Selama praktikum tercatat enam spesies berhasil teridentifikasi, yaitu Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Thallasia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, dan Syringodium isoetifolium. Pada transek 3 memiliki keanekaragaman spesies cukup tinggi, yakni 5 jenis lamun (Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Syringodium isoetifolium, dan Cymodocea serrulata). Sedangkan yang memiliki keanekaragaman spesies paling rendah adalah transek 5, yakni 2 jenis lamun (Cymodocea rotundata, dan Thallasia hemprichii).   
Grafik Zonasi Sebaran Lamun Taman Nasional Baluran Situbondo
Berdasarkan grafik di atas terlihat lamun jenis Cymodocea rotundata tersebar merata pada setiap transek. Pada transek 1 terlihat jenis yang mendominasi adalah Enhalus acoroides, pada transek 2 jenis yang mendominasi adalah Enhalus acoroides, dan Cymodocea rotundata. Pada transek 3 yang mendominasi adalah lamun dari jenis Enhalus acoroides, jenis lamun yang mendominasi transek 4 adalah jenis Cymodocea rotundata, sedangkan pada transek 5 jenis lamun yang mendominasi adalah jenis Cymodocea rotundata. Spesies-spesies yang mendominasi di setiap transeknya dipengaruhi oleh substrat yang ada pada dasar perairan, karena berhubungan dengan penancapan akar. Seperti spesies Enhalus acoroides misalnya, akan membutuhkan subsrat pasir dengan tekstur halus agar akar dapat menancap dengan kuat, karena Enhalus acoroides merupakan lamun yang berukuran cukup besar sehingga membutuhkan perakaran yang kuat untuk melindungi dari hempasan ombak.
                Kotak-kotak garis merah pada grafik menunjukkan spesies yang mendominasi sehingga akan membentuk zonasi-zonasi lamun. Pada grafik juga terlihat bahwa persebaran lamun di Pantai Bama tersebar merata, dan hanya beberapa yang membentuk zonasi – zonasi. Pada jarak 0 – 20 meter terlihat yang mendominasi adalah jenis Cymodocea rotundata (kotak bergaris merah), pada jarak 60 – 80 terlihat jenis lamun yang mendominasi adalah Thallasia hemprichii (kotak bergaris merah). Sedangkan pada jarak 80 – 200 meter ada 2 jenis lamun yang mendominasi yaitu Enhalus acoroides, dan Cymodocea rotundata (kotak bergaris merah). 

Pantai Bama  Taman Nasional Baluran Situbondo (Lokasi Transek)

Secara teori letak geografis maupun bentuk topografi pantai yang berbeda biasanya akan mempunyai kondisi hidrologis / ekologis yang berbeda pula (Kuriandewa T. R., 1997). Oleh karena distribusi lamun sangat dipengaruhi oleh kondisi – kondisi tersebut, maka pola distribusi lamun di Pantai Bama cukup bervariasi, tergantung pada letak geografis dimana padang lamun berada. Praktikum lamun ini dilakukan di 5 transek yang masing – masing berjarak 75 m, dengan masing – masing transek sepanjang 100 – 260 m. Pada masing – masing transek di buat Station Sampling setiap 20 meter.
                Berdasarkan tipe substrat di lokasi praktikum yang dicirikan oleh pasir berwarna keputihan bertekstur halus maka tipe susbstat ini menjadi indikator kuat tempat tumbuh lamun jenis Enhalus acoroides, dan Cymodocea rotundata. Tipe substrat ini juga membantu membentuk penancapan perakaran yang kuat bagi jenis Enhalus acoroides, dan Cymodocea rotundata. Kedua jenis ini dianggap memiliki toleransi yang tinggi untuk hidup dan berkembang di pantai Bama, disamping itu pantai ini memiliki keadaan air yang tetap jernih dan penetrasi cahaya matahari mencapai dasar perairan sehingga fotosintesis dapat berlangsung dengan baik. Telah diketahui bahwa lamun yang ditemukan di perairan Indonesia terdiri dari tujuh marga, tiga di antaranya (Enhalus, Thalassia, Halophila) termasuk suku Hydrocaritaceae, sedangkan empat lainnya (Halodule, Cymodoceae, Syringodium dan Thallasodendron) termasuk suku Cymodoceae (Kuo & McComb, 1989).
                Zonasi merupakan suatu fenomena ekologi yang menarik di perairan pantai, yang merupakan daerah yang terkena pengaruh pasang surut air laut. Pengaruh dari pasang-surut air laut yang berbeda untuk tiap zona memungkinkan berkembangnya komunitas yang khas untuk masing-masing zona di daerah ini (Peterson, 1991). Secara umum dapat dikatakan bahwa zonasi lamun di perairan Pantai Bama adalah tipe campuran (mixed vegetation), yang terdiri Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Thallasia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, dan Syringodium isoetifolium. Hutomo (1997) mengatakan bahwa tipe padang lamun campuran adalah padang lamun yang terdiri lebih dari satu jenis dan dapat mencapai delapan jenis.
                Pada transek 3 terlihat jenis yang memiliki nilai tutupan tertingggi adalah Cymodocea rotundata dan Enhalus acoroides. Bengen (2001) juga menyatakan bahwa E. acoroides merupakan jenis lamun yang sering mendominasi komunitas padang lamun. Sangaji (1994) menyatakan bahwa E. acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan kadang-kadang terdapat dasar yang terdiri dari campuran pecahan karang yang telah mati. Selain itu, Nienhuis et al. (1989) melaporkan bahwa E. acoroides umumnya tumbuh di sedimen yang berpasir atau berlumpur dan di daerah dengan bioturbasi tinggi serta dapat tumbuh menjadi padang yang monospesifik; juga tumbuh pada susbstrat berukuran sedang dan kasar; mendominasi padang lamun campuran; dan seringkali tumbuh bersama-sama dengan Thalassia hemprichii.
                Nilai kerapatan lamun pada transek 3 yang tertinggi adalah Enhalus acoroides yaitu mencapai 505/m2, dan yang memiliki nilai kerapatan tertinggi kedua adalah Cymodocea rotundata yaitu mencapai 172/m2. Berdasarkan hasil tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa komunitas lamun di perairan Pantai Bama cukup baik. Walaupun demikian, dengan melihat tekanan, khususnya ekploitasi sumberdaya perikanan di daerah tersebut, maka terlihat ada kemungkinan kecenderungan penurunan kualitas dan lingkungan laut.
                Seperti ekosistem terumbu karang dan mangrove, padang lamun juga dapat mengalami degradasi lingkungan dan penurunan presentasi tutupan.  Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tekanan terhadap padang lamun sehingga mengakibatkan penurunan presentasi tutupan:
·         Perubahan fisik dasar laut, seperti erosi, sedimentasi, dan pelumpuran yang mengurangi wilayah dan kepadatan tutupan padang lamun;
·         Kekeruhan yang mempengaruhi kapasitas fotosintesis dan pertumbuhan pada lamun;
·         Metode penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti trawl;
·         Penangkapan ikan berlebih yang dapat menurunkan tingkat keragaman hayati di ekosistem padang lamun.
Tanpa intervensi yang efektif dan terintegrasi, kecenderungan degradasi pada ekosistem padang lamun dan biota yang berasosiasi dengannya akan terus berkurang.

KESIMPULAN
                Berdasarkan data pengamatan dapat disimpulkan bahwa distribusi dan komposisi jenis lamun di Pantai Bama relative sama dengan jenis yang ditemukan yaitu Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Thallasia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, dan Syringodium isoetifolium. Kerapatan lamun bervariasi tiap jenisnya, berkisar antara 18 – 2966 tegakan/m2 dengan tutupan lamun berkisar antara 4-59,9%. Berdasarkan distribusi, komposisi, kerapatan, tutupan dan mintakat (zonasi), maka potensi sumberdaya lamun pada lokasi penelitian di perairan Pantai Bama tergolong kurang kaya/kurang sehat.

DAFTAR PUSTAKA
Kuriandewa T. R. 1997. Distribusi dan Zonasi Lamun di Daerah Padang Lamun Wilayah Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Seminar Kelautan LIPI-UNHAS, Ambon 4-6 Juli 1997 : 59 – 70.

KUO, J. and A.J. Mc COMB 1989. Seagrass taxonomy, structure and development. In: A.W.D. LARKUM, A.J. COMB & S.A. SHEPHERD, (eds). Biology of seagrasses : a treatise on the biology of seagrasses with special reference to Australian region.Elssier, Amsterdam: 6-73.Peterson. 1991.
HUTOMO, M. 1997. Padang lamun Indonesia : salah satu ekosistem laut dangkal yang belum banyak dikenal. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta: 35 hal.Bengen (2001)

SANGAJI, F. 1994. Pengaruh sedimen dasar terhadap penyebaran, kepadatan, keanekaragaman dan pertumbuhan padanglLamun di lautsSekitar Pulau Barang Lompo. (Tesis), Program Pascasarjana, Universitas Hasanudin. Ujung Pandang: 125 hal.

Nienhuis, p.h.. J. Coosen and w. Kiswara. 1989. Community structure and biomass distribution of seagrass and macrofauna in the Flores Sea, Indonesia. Net.J.Sci.Res. 23 (2): 192-214.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar